Hukum Karma Dalam Pandangan Islam
Ada beberapa poin yang kami tangkap dari penjelasan mengenai apa itu hukum karma berdasarkan beberapa sumber:
1.Merupakan hukum sebab-akibat, ada aksi dan ada reaksi. Jika berbuat baik, maka akan mendapat balasan baik, jika berbuat buruk maka akan mendapatkan balasan buruk juga.
2.Menebak hal ghaib, semisal menebak bahwa engkau mendapatkan hal buruk ini karena perbuatan burukmu yang itu (disebutkan perbuatannya)
3.Adanya keyakinanan rienkarnasi kembali ke dunia setelah kematian, sebagai akibat perbuatannya yang lalu pada kehidupan sebelumnya [1]
Bahkan ada pendapat seperti ini mengenai hukum karma:
“Dhamma Niyama / Hukum Karma tidak membutuhkan kepercayaan Anda.. siapa pun Buddha, Nabi, Setan, Manusia, Binatang, Tumbuhan dan semua keberadaan di Seluruh Semesta ini termasuk TUHAN tunduk pada HUKUM DHAMMA NIYAMA”.[2]
Sejujurnya kami tidak tahu pasti apa itu hukum karma, terlepas dari apakah benar pengertian yang kami kumpulkan dari berbebagai sumber, kami ingin menjelaskan bahwa agama Islam tidak membenarkan ajaran karma dengan pengertian di atas.
Dalam Al-Muasu’ah Al-Muyassarah dijelaskan,
الكارما – عند الهندوس – : قانون الجزاء ، أي أن نظام الكون إلهي قائم على العدل المحض، هذا العدل الذي سيقع لا محالة إما في الحياة الحاضرة أو في الحياة القادمة ، وجزاء حياةٍ يكون في حياة أخرى ، والأرض هي دار الابتلاء كما أنها دار الجزاء والثواب
“Karma menurut ajaran hindus adalah “hukum balasan” yaitu aturan ilahi yang berdasarkan keadilan murni. Keadilan ini terjadi bisa jadi pada kehidupan saat ini atau di kehidupan yang akan datang. Balasan keihdupan ini akan terjadi pada kehidupan selanjutnya. Bumi adalah tempat ujian sebagaimana juga sebagai tempat balasan kebaikan dan keburukan.” [3]
Pandangan Islam mengenai ajaran karma
Pertama: Tidak dibenarkan jika memastikan hukum sebab akibat dengan sebab yang pasti atau tertentu
Misalnya: engkau sakit parah sekarang ini karena dahulu engkau sering mencuri, sekarang engkau kena hukum karma.
Hal ini termasuk menebak hal-hal ghaib, karena:
“Darimana ia tahu bahwa penyebab sakit parah adalah karena dosa mencuri? Bukankah ada dosa-dosa lainnya yang tersembunyi bahkan lebih besar”
Bisa jadi sakit parah tersebut karena ujian dari Allah atau dosa lainnya yang pernah ia berbuat tanpa diketahui orang lain sama sekali. Bisa jadi sakit parah karena dosanya berupa keyakinan dan aqidah dalam hati yang salah mengenai agama dan ajaran Islam.
Menebak hal ghaib termasuk dosa kesyirikan yang besar.
Allah berfirman,
قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ
“Katakanlah: Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah” (An-Naml: 65).
Bahkan apabila kita percaya dengan tebakan hal ghaib maka ini termasuk kekufuran.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad.”[4]
Tidak boleh juga menebak hal ghaib meskipun hanya bercanda dan bermain-main. Bermain-main menebak karma juga tidak boleh, karena mendatangi tukang ramal saja ada ancamannya, baik kita membenarkan atau tidak membenarkan.
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal dan bertanya padanya tentang sesuatu, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.”[5]
Kedua: Tidak dibenarkan ajaran reinkarnasi
Dalam ajaran Islam tidak ada ajaran reinkarnasi. Manusia apabila telah meninggal, maka ia tidak akan kembali ke kehidupan dunia lagi akan tetapi akan mempertanggungjawabkannya di akhirat dan kemudian hidup selamanya di kehidupan akhirat.
Begitu banyak nash yang menjelaskan hal ini. Allah berfirman,
أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ
“Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit” (At-Taubah:38).
Allah juga berfirman:
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ﴿١٦﴾ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) lebih memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal” (Al-A’la: 16-17)
Demikian semoga bermanfaat
@ Yogyakarta Tercinta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] kami kumpulkan dari beberapa sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Karma ;https://id.wikipedia.org/wiki/Karma_dalam_agama_Buddha ; http://www.pengertianartidefinisi.com/pengertian-hukum-karma/ [2] https://www.kompasiana.com/sudhana/hukum-karma-adalah-hukum-perbuatan_552c47b36ea83432438b4571 [3] Al-Muasu’ah Al-Muyassarah Fil Adyan wa Mazahib wal Ahzab hal 728 [4] HR. Ahmad no. 9532, hasan [5] HR. Muslim no. 2230
🔍 Keutamaan Sholat Berjamaah, Hikmah Dari Sakit, Apa Yang Dimaksud Umat Islam Bagaikan Satu Tubuh, Rakaat Shalat Rawatib, Penyakit Hati Dalam Al Quran
Artikel asli: https://muslim.or.id/40775-hukum-karma-dalam-pandangan-islam.html